Kamis, 19 Maret 2015

i hope, everything is gonna be okay...

Drrrrtt... drrrtt... drrrt...
Henponku bergetar.
Sejenak kuhentikan aktifitasku.

Beranjak meraih henpon yang tergeletak di atas meja.
Kubuka kunci pengaman yang muncul pertama kali di layar itu.
Perlahan, kulihat beberapa notifikasi yang muncul.
Dan..
Salah satunya,
Sebuah undangan pernikahan...
Pernikahannya...



Sudah kuduga saat seperti ini pasti akan tiba,
Meski seperti kebetulan.
Karena,
Beberapa jam dari waktu yang berlalu,
Aku sempat memikirkan sesuatu, tentang pernikahan itu.
Yang mungkin bagiku sedikit tidak masuk akal dan menyakiti diri sendiri.
Tapi hal itu memang yang ingin aku lakukan.
Dan ternyata, ada yang tak tertahan dari ke dua mataku..
Ya.. Aku menangis..
Dan Tiba-tiba kepalaku pusing.
Tubuhku seperti tiba-tiba lumpuh.
Lalu kemudian terjatuh.
Hening
Tak ada suara..
Hanya air mata yang masih mengalir dalam sepi.
Kenapa,
Kenapa harus ada tangisan di saat dia sudah pergi?
Kenapa harus sekarang aku menangisinya?
Seperti sebuah penyesalan yang tak akan pernah bisa kembali...
Sekarang..
Aku terlalu rapuh untuk mengingatnya walau hanya sedetik,
Karena Sedetik itulah yang melumpuhkanku seharian..
Pada harinya, aku ingin menyaksikan janji suci yang akan dia ucapkan bukan untukku..
Aku ingin mengakhirinya dengan menjadi seorang saksi, bahwa penyesalan itu memang menyakitkan.
Tapi..
Bisakah aku melakukannya?
Apa aku sanggup?
Mendengar kata 'syah' yang akan diucapkan para saksi?
Melihat dia melingkarkan sebentuk cincin pada istrinya nanti?
Melihat dia mengecup kening istrinya?
Melihat dia bersanding dipelaminan, dan itu bukan aku.
Ah..
Dan Itu membuatku menjadi terlihat bodoh..
Akankah semua terjadi sesuai dengan apa yang kutulis hari ini?
Bisakah aku melakukannya?
Kuharap.
Ketika aku menyaksikan hal itu..
Ada seseorang disampingku, menggenggam erat tanganku, mendengarkan tangisan bodohku, dan membawaku kembali untuk pulang
Dan berharap, semuanya baik-baik saja.

Kamis, 12 Maret 2015

Mengingatmu Menyakitkan ...

Malam ini, jutaan bulir tetesan hujan terjatuh di permukaan bumi. Sepi, hanya denting jam dinding dan suara gerimis yang berisik memecah keheningan hati. Membuat anganku pergi melintas dalam bayang masa lalu. Kamu. Dan juga aku.
Aku mengerti sekarang. Hidup itu untuk menemukan, mencintai, memiliki dan kehilangan. Mungkin untuk sebagian orang yang beruntung. Dan aku salah satunya. Meski rasa itu baru tersadar benar-benar nyata setelah kamu pergi.
Di penghujung bulan maret pada tahun ini, kamu akan melupakan semua kenangan singkat kita, yang memang karena terlalu banyak luka yang kamu rasakan sebelumnya. dan karena kamu telah menentukan hatimu padanya. Tetapi, saat ini kenapa aku merasa sangat terluka setiap kali mengingatmu? luka ini yang paling perih, ketika aku harus merelakanmu pergi tanpa ada sepatah katapun yang kau ucap untukku untuk perpisahan kita . Dan, mengingat bahwa aku akan kehilanganmu selamanya.
Aku tak tau kamu akan membaca tulisan ini atau tidak, tapi setidaknya angin dan hujan tau, bahwa saat aku menulis ini aku sedang merindukanmu. Merindukan seseorang yang tak akan pernah kumiliki lagi.
Ironi, karena semuanya adalah kesalahanku. Aku tak pernah menyangka bahwa kehilanganmu akan sesakit ini. semua rasamu padaku selama ini telah secara perlahan menghilang. Membuat aku juga harus melakukan hal yang sama supaya aku juga bisa bahagia meski tanpa kamu.
Kamu yang tanpa aku sadari adalah orang yang aku tunggu, dan kamu yang selama ini memegang gembok hatiku yang sudah berkarat. Tetapi, setelah semuanya berlalu, kemarin kamu sempat mempunyai 2 kunci hati. Milikku, dan miliknya. Yang pada akhirnya kamu membuang 1 kunci yang telah berkarat itu, kunci yang merupakan pasangan dari gembok berkarat juga yang aku punya.
Aku tak ingin marah, aku tak ingin kecewa, dan aku tak ingin benci padamu hanya karena kamu memilih yang lain. Aku hanya harus bisa mengerti, aku hanya harus bisa merelakan, dan aku hanya harus bisa mengikhlaskan. Kamu. Dengan dia.
Tetesan hujan dan tetesan air mataku terjatuh pada saat yang sama, meski aku tak berada dibawah hujan hanya supaya orang lain tak melihatku menangis, aku bisa melakukannya di bawah selimutku dan gelapnya malamku. Karena hanya mereka yang saat ini ada si sampingku.
Jujur, aku benar benar tak pernah sesakit ini kala aku mengingatmu.